Cinta Yang Bermukim

 


Halo Temans,

Pada Antalogi yang dilaksanakan oleh penerbit Alineaku dengan Judul Cinta yang Bermukim, saya mengambil judul Surat yang Tertulis di Langit yang menceritakan rindu kepada anak sulung yang merantau ke negeri orang untuk kuliah S1. Memang berat berpisah dengan anak, tapi untuk menuntut ilmu, berlatih mandiri dan meluaskan jaringan Internasional. Sebagai ibu terus mensupport anaknya diantaranya dengan terus melangitkan doa untuk memohon pertolongan Allah supaya membersamai anak dimanapun berada, memberi pertolongan dan menguatkannya..Seperti apa kisah selengkapnya, silahkan dibaca tulisan dibawah ini ya...bukunya sedang proses di Penerbit...yang ingin memiliki bukunya PO dengan mengisi comment di bawah terimakasih    


Surat yang Tertulis di Langit 

Kustinah S. Parto

"Dunia memberi banyak ujian, tapi doa dari ibu akan selalu menguatkan."

 

Waktu telah menunjukkan pukul 02.00 WIB, namun mata saya belum bisa terpejam. Saya pandangi anak saya yang tertidur pulas berbalutkan selimut karena malam itu teramat dingin bagi saya yang biasa tinggal di tempat panas. Sungguh berat hati akan meninggalkan anak saya hidup sendiri di negeri orang tanpa saudara dan handai taulan.

Malam itu saya buat tulisan pendek sebagai pengingat anak saya seperti, ingat sholat dzikir sholawat dan  doa-doa pendek serta peringatan bila akan meninggalkan kamar. Saya tempel di dinding yang mudah terlihat.

Sebelumnya kami sekeluarga, saya suami anak kami sulung yang akan menempuh Pendidikan S1 di Jepang, dengan adiknya yang berangkat ke Jepang. Namun hanya sekitar seminggu suami dan adiknya mengantar, selanjutnya saya tinggal lebih lama karena anak perlu saya untuk mengurus sesuatu di tempat baru.

Anak sulung waktu itu kuliah di Perguruan Tinggi Swasta di Tokyo, dengan International Class jadi perkuliahan dengan Bahasa English. Meskipun Sudah belajar Bahasa Jepang di SMA namun belum mahir. 

 Selama kuliah, anak tinggal sendiri di kamar kos, yang masih kosong, unfurnished Hanya disiapkan 1 unit AC, gas untuk kompor. Lainya kami harus membeli sendiri tempat tidur, meja kursi, perlengkapan belajar mulai printer, alat tulis serta peralatan masak, rice cooker, peralatan masak dan mesin cuci.

Setiap hari kami jalan untuk memenuhi isi kamar anak. Supaya nyaman menempuh Pendidikan selama 4 tahun. Awalnya terlihat sepele hanya akan membeli sabun untuk mencuci baju. Yaa Allah sampai convention store dekat kos-kosan,  kami tidak bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan. Semua produk yang terpajang di rak dengan tulisan kanji dan penjaga toko tidak ada yang bisa Bahasa English.

Demikian juga untuk belanja barang yang lain, buka rekening bank dan beli kartu perdana untuk mobile phone. Kami mengalami masalah yang sama. Akhirnya kami memutuskan mengajak salah satu teman kuliah yang asli orang Jepang untuk menemani kami belanja. Sedangkan barang yang lainya kami beli melalui online.

Selama ditinggal anak mulai mengurus perkuliahan, saya di kamar kos untuk menunggu kalau ada barang pesanan kami yang dating dan juga merapikanya.

Waktu berjalan begitu cepatnya, tibalah saat dimana saya harus kembali ke Jakarta untuk melanjutkan aktifitas, bekerja. Hari itu hari terakhir saya menemani anak, dari pagi kopor yang akan saya bawa pulang sudah siap. Lengkap dengan oleh oleh untuk keluarga dan temen temen.

Selanjutnya saya diajak anak ke kampus, saya kelilingi semua tempat mulai kantin, tempat sholat, tempat olah raga. Juga ada danau dikelilingi pohon besar dan padang rumput yang luas. Saya menunggu anak dengan duduk di pinggi danau sambil membaca buku.

Saya lihat jam tangan sudah hampir tiba waktu yang kami janjikan untuk saya  pulang ke kos bersama dan anak akan mengantar saya ke stasiun terdekat untuk ke Bandara Narita. Penerbangan terakhir menuju Jakarta. Namun anak belum keluar juga meskipun sudah berkali kali saya beri pesan singkat melalui WhatsApp.

Akhirnya saya putuskan pulang sendiri karena tidak mau ketinggalan pesawat. Saya melangkahkan kaki dengan cepat, sambil menoleh kebelakang berharap siapa tahu anak sudah menyusul. Sampai di kos anak belum sampai juga. Menuju ke stasiun yang lumayan jauh bagi saya yang biasa kemana mana naik mobil selama di Jakarta.  Dengan berjalan kaki dan membawa satu tas koper, saya terus berdoa supaya anak segera menyusul. Sampai stasiun, saya belum juga dapati anak saya kelihatan batang hidungnya. Terus saya berdoa pengin ketemu anak saya lagi sebelum pulang.

Sambil menunggu kereta saya tengok kanan kiri berharap ada temen yang bareng sampai Narita. Karena saya tidak biasa pergi sendiri apalagi jauh begini. Alhamdulillah ada ibu ibu yang mendekati saya dan menanyakan tujuan saya pergi. Ternyata dia juga akan ke Narita. Senangnya hati saya saat itu.       

Beberapa saat sebelum kereta datang, anak saya dengan mengenakan hem lengan Panjang kotak warna biru tergopoh gopoh lalu menarik tangan saya mencium dan memeluk saya. Saya tahan air mata untuk tidak jatuh supaya kelihatan kuat didepan anak.

Akhirnya kereta mendekat, anak membantu memasukkan tas ke gerbong kereta dan saya lihat dari kaca jendela dia seperti berusaha lari mengejar saya. Di perjalanan kereta, saya tumpahkan tangis saya, dan terus memohon kepada Allah untuk melindungi anak saya.

Tak terasa kereta sudah sebentar hampir sampai bandara, saya diberi isyarat dengan tangan oleh ibu yang sebelum naik kereta bertemu, untuk siap siap turun.        

Dalam penerbangan ke Jakarta saya masih menangis meninggalkan buah hati tersayang. Sampai di rumah, saya lihat kamarnya yang kosong. Bahkan kucing Persia kesayangan terus memasuki kamar, seolah mencari dan menanyakan kemana tuan yang biasa ngajak main dia.

Setiap makan bersama, ada kursi kosong yang biasa anak saya duduki, membuat saya sedih. Hari hari di rumah terasa ada yang kurang, dengan kepergian anak saya belajar jauh di negeri orang.

Selesai sholat saya terus menulis surat, melangitkan doa, karena hanya kepada Allah saya memohon, meminta pertolongan supaya selalu membersamai anak saya, menyehatkan badannya, memudahkan urusannya.

Selama terpaut jarak, anak saya sering mengirim pesan WA, berkirim khabar, foto menu makan pagi dan bekal makan siang yang disiapkan sendiri. Selain yakin halal  juga menghemat uang saku. Demikian juga kami orang tua selalu mengingatkan untuk sholat, baca Al-Qur’an dan bergaul dengan teman komunitas muslim.   

Kalau waktu luang kami juga ber video call untuk mengobati kerinduan. Sebagai seorang ibu, tidak bisa dipungkiri berat berpisah dengan buah hati tersayang. Tapi untuk kesuksesan masa depanya dalam meraih cita-cita maka harus kuat. Terus meyakinkan diri melangitkan doa- doa untuk Kesehatan, keamanan, keselamatan anak tercinta.           Alhamdulillah Allah mengabulkan doa hambanya, anak lulus kuliah tepat 4 tahun, pulang dan bekerja di Jakarta. Dekat dengan ibu ayah adik tercinta dan keluarga besar. Meskipun Berat badanya turun dari sebelumnya pakaian ukuran XL menjadi M, tapi semakin sehat karena banyak berjalan, bersepeda dan biasa mandiri mengurus keperluannya sendiri.

 Pengalaman tersebut sering saya bagikan kepada teman, sahabat dan kerabat untuk jangan ragu untuk memberikan ijin anak laki-laki nya menuntut ilmu jauh dari orang tua. Dengan catatan tetap menjaga nama baik keluarga, bangsa Indonesia dan menjaga agama Islam.  


Comments

Popular posts from this blog

PERKENALAN

11 Manfaat Menulis Buku Antalogi

PELUKAN AYAH